Selasa, 07 Desember 2010

Askep pada Lansia dengan Gangguan Penglihatan ( Christine Ayunda )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN

A. PENDAHULUAN
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang dimulai dari anak, dewasa, hingga akhirnya menjadi tua, dan merupakan sesuatu yang harus terjadi dan tidak dapat dihindari oleh siapapun. Menua menyebabkan beberapa perubahan dalam diri seseorang, baik dari segi anatomis, fisiologis, dan psikologis, dan hal tersebut mempengaruhi fungsi dan kehidupan seseorang secara keseluruhan. Dalam penuaan terjadi kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur dan keriput, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan memburuk, gerakan lambat dan bentuk tubuh yang tidak lagi proposional.
Gangguan sistem penglihatan pada lansia merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh lansia. Terjadinya penurunan fungsi penglihatan pada lansia membuat kepercayaan diri lansia berkurang dan mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas sehari- hari. Perubahan sistem penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata (katarak).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kalenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam dan marun tampak sama, pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada resiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas. Semua hal diatas dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia.

B. GANGGUAN PADA KETAJAMAN PENGLIHATAN DISEBABKAN OLEH :
- Presbiop
- Kelainan lensa mata (Refleksi Lensa mata kurang)
- Kekeruhan pada lensa (Katarak)
- Tekanan dalam mata yang meninggi (Glaukoma)
- Radang saraf mata.

C. PERUBAHAN SISTEM PENGLIHATAN PADA LANSIA
Perubahan Morfologis :
1. Penurunan jaringan lemak sekitar mata
2. Penurunan elastisitas dan tonus jaringan
3. Penurunan kekuatan otot mata
4. Penurunan ketajaman kornea
5. Degenerasi pada sklera, pupil, dan iris
6. Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit
7. Peninglkatan densitas dan rigiditas lensa
8. Perlambatan proses informasi dari sistem saraf pusat
Perubahan Fisiologis :
1. Penurunan penglihatan jarak dekat
2. Penurunan koordinasi gerak bola mata
3. Distorsi bayangan
4. Pandangan biru- merah
5. Compromised night vision
6. Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu
7. Kesulitan mengenali benda yang bergerak

D. PROSES KEPERAWATAN :
1. Pengkajian
- Ukuran pupil mengecil.
- Pemakaian kacamata.
- Penglihatan ganda.
- Sakit pada mata, seperti glaucoma dan katarak.
- Mata kemerahan.
- Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
- Kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum.
- Permintaan untuk membacakan kalimat.
- Kesulitan / ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, ke kamar kecil, makan, Buang Air Kecil / Buang Air Besar, serta berpindah).
- Visus.

2. Masalah Keperawatan.
- Gangguan persepsi : sensori : pengliahatan.
- Resiko cedera : jatuh.
- Gangguan mobilitas fisik.
- Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
- Kurang Pengetahuan.
- Kecemasan.

3. Intervensi Keperawatan.Q
- Kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada Klien.
- Pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang Klien.
- Beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu.
- Bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih.
- Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu penglihatan seperti kacamata adan penatalaksanaan medis untuk katarak.
- Berikan penerangan yang cukup.
- Hindari cahaya yang menyilaukan.
- Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai / pemberian informasi tertulis.
- Periksa kesehatan mata secara berkala.

ASKEP LANSIA DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN (GLAUKOMA)

A.PENDAHULUAN
Merupakan sekumpulan gangguan, glaucoma ditandai dengan tekanan intraokuler yang tinggi yang merusak saraf optikus. Glaukoma dapat terjadi sebagai penyakit primer atau congenital, atau sebagai akibat sekunder dari penyakit atau kondisi lain.
Terdapat dua bentuk glaucoma primer: glaucoma sudut terbuka (juga dikenal sebagai glaucoma kronis,sederhana dan sudut lebar) serta sudut tertutup (juga dikenal sebagai glaucoma akut atau sudut sempit). Glaukoma sudut terbuka adalah tipe glaucoma yang paling umum terjadi pada lansia.
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis, cedera, pembedahan, penggunaan obat-obatan yang berkepanjangan (seperti kortikosteroid), oklusi vena, dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan menghambat drainase humor aqueosa.
Glaukoma adalah salah satu penyebab kebutaan paling banyak di Amerika Serikat, yang terhitung sekitar 12% dari kasus kebutaan yang baru didiagnosis. Kebutaan paling sering terjadi pada lansia yang berusia 40 sampai 65 tahun; insidennya menurun seiring dengan pertambahan usia dan paling banyak terjadi dikalangan wanita dan orang kulit hitam. Akan tetapi, deteksi dini dan terapi yang efektif dapat menghasilkan prognosis yang baik dalam mempertahankan penglihatan.
Glaukoma sudut terbuka akibat dari perubahan degenerative di jalinan trabekular. Perubahan ini menghambat aliran humor aqueosa dari mata, yang menyebabkan terkena intraokuler meningkat. Akibat dari hal tersebut adalah kerusakan saraf optikus. Glaukoma sudut terbuka terhitung sekitar 90% dari semua kasus glaucoma dan umumnya terjadi di dalam keluarga.
Glaukoma sudut tertutup akibat dari penurunan aliran balik humor aqueosa yang disebabkan oleh sudut yang menyempit secara anatomis di antara iris dan kornea. Hal ini menyebabkan tekanan intraokuler meningkat dengan tiba-tiba. Serangan glaucoma sudut tertutup dapat dipicu oleh trauma, dilatasi pupil, stress, atau perubahan ocular yang mendorong iris kearah depan (misalnya, hemoragi atau pembengkakan lensa).
Glaukoma yang tidak diobati dapat memburuk menjadi kebutaan total.
B.TANDA DAN GEJALA
 Sakit kepala tumpul di pagi hari
 Rasa sakit yang ringan pada mata
 Kehilangan penglihatan perifer (penglihatan menyempit)
 Melihat lingkaran cahaya di sekitar cahaya
 Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata
 Inflamasi mata unilateral
 Kornea berkabut
 Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
 Peningkatan tekanan intraokuler, diketahui dengan cara membuat tekanan yang lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari; bola mata menahan tekanan tersebut.
C.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Tonometri (dengan sciotz pneumatic atau tanometer planasi) mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21 mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma, dan pasien yang mempunyai tekanan yang tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis.
 Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan efek glaucoma pada struktur mata anterior, meliputi kornea, iris, dan lensa.
 Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudah tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan.
 Oftalmoskopi mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka, pelengkungan diskus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup.
 Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi perburukan pada glaucoma sudut terbuka.
 Fotografi fundus memantau dan mencatat perubahan pada diskus optikus.
D.PENANGANAN
Untuk glaucoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan yang menderita bradikardia) serta betaksolol; epinefrin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka jaringan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa di bawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb. Pada pascaooperatif, injeksi subkonjungtiva flourorasil dapat diberikan untuk mempertahankan kepatenan fistula iridektomi mengurangi tekanan dengan cara mengsisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaucoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma sudut tertutup ( glaucoma akut ) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat- obatan preoperatif awal mengurangi tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula, dan memungkinkan cairan terbebas), dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomi perifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi perifer , tetes mata siklopegik dapat diberikan untuk merilekskan otot- otot siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.
E.DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN KRITERIA HASIL
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan )yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
KH : pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan penglihatan terjadi dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta mempertahankan penglihatan normalnya dengan terapi.
2. Resiko cedera yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
KH : pasien akan melakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah cedera karena kerusakan penglihatan.
3. Takut yang berhubungan dengan kemungkinan kebutaan
KH : pasien akan mengidentifikasi sumber- sumber rasa takut, mencari informasi mengenai glaukoma dari sumber- sumber yang tepat untuk mengurangi rasa takut, dan mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan terhadap regimen terapi yang diresepkan dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.

F.INTERVENSI KEPERAWATAN
- Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat- obatan sesuai resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser atau pembedahan.
- Ingat untuk memberikan obat tetes mata siklopegik hanya pada mata yang sakit. Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih tersisa.
- Setelah trabekulektomi, berikan obat- obatan sesuai program untuk mendilatasi pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk mengistirahatkan pupil.
- Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasang penutup mata dan pelindung mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian yang tidak sakit, dan melakukan tindakan keamanan umum.
- Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien secara teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
- Pantau tekanan intraokuler secara teratur.
- Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang hidup.
G.PENYULUHAN PASIEN
- Tekankan pentingnya kepatuhan yang sangat cermat terhadap terapi obat- obatan yang ditresepkan untuk mempertahankan tekanan intraokuler rendah dan mencegah perubahan pada diskus optikus yang menyebabkan kehilangan penglihatan.
- Jelaskan semua prosedur dan terapi, khususnya pembedahan, untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.
- Informasikan pada pasien bahwa kehilangan penglihatan tidak dapat diperbaiki namun terapi tersebut biasanya dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.
- Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis segera, seperto perubahan penglihatan yang tiba- tiba atau nyeri pada mata.
- Beri tahu pada anggota keluarga cara memodifikasi ;ingkungan agar aman bagi pasien. Sebagai contoh, anjurkan untuk mempertahankan lorong di rumah dengan pencahayaan yang terang dan orientasikan kembali pasien terhadap susunan ruangan jika perlu.
- Diskusikan pentingnya skrining glaukoma untuk deteksi dan pencegahan dini. Tekankan pada pasien semua orang di atas usia 35tahun harus melakukan pemeriksaan tonometrik setiap tahun.



DAFTAR PUSTAKA :
Maryam, Siti,dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatric. Jakarta : EGC
Pudjiastusi,Surini, dkk. 2003. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta : EGC
Stanley, Mickey,dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Stockslager, Jaime L. 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta : EGC
Tamher.S,dkk. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan .Jakarta : EGC